DUNIA pewayangan (wayang kulit) melalui tokoh-tokohnya sebenarnya
memuat banyak simbol dan karakteristik watak manusia. Sejumlah tokoh
pewayangan dengan jelas juga merupakan simbol karakteristik pria.
Seperti tokoh Arjuna, pria lambang ketampanan, Yudhistira suka
perdamaian, Bima adalah pria yang mahal dalam cinta dan tidak gampang
tertarik terhadap perempuan.
Berikut adalah beberapa watak dari sejumlah tokoh pewayangan, yang
sering dijadikan simbol watak pria, yang disarikan dari pedalangan
gagrak Yogyakarta maupun Surakarta.
1. Yudhistira (Sang Ludira Seta)
Yudhistira termasuk putra sulung Pandawa, putra dari Dewi Kunthi. Ketika
mudanya bernama Puntadewa, raja Amarta. Puntadewa juga terkenal dengan
sebutan gelar Sang Ludira Seta yang artinya berdarah putih. Ini
melambangkan pria yang tulus ikhlas dalam berbagai hal. Bahkan dalam
satu cerita, Puntadewa rela memberikan isteri tercintanya ketika diminta
oleh orang lain yang sangat mengagumi dan mencintainya. Yudhistira
adalah lambang dari pria yang teguh hati, penyabar dan suka perdamaian.
Sangat setia terhadap isteri, anak dan keluarganya. Yudhistira sangat
benci terhadap permusuhan. Walaupun bermandi harta, Yudhistira menentang
poligami, sehingga isterinya hanyalah satu, Dyah Ayu Drupadi. Ketika
muda, Yudhistira gemar berbusana yang indah-indah, tetapi setelah tua
dia justru berpenampilan sederhana.
2. Arjuna (Lananging Jagad)
Nama Arjuna konon berasal dari kata Jun yang bermakna jambangan. Konon,
nama Janaka juga berasal dari Bahasa Arab Jannah yang berarti sorga.
Kedua kata tersebut mengandung makna hening atau keheningan. Arjuna
memiliki sifat dan watak fitrah, murni. Tak sedikit wanita yang kasmaran
kepadanya. Wujud ketampanan Sang Arjuna adalah lambang kehalusan serta
keagungan budi seorang pria. Arjuna juga dikenal menyukai sesuatu yang
bersifat estetis, asri, sangat sensitif jiwanya, dan lembut hatinya.
Sang Arjuna sulit mengucap kata ‘tidak’ dan kata ‘jangan’, khususnya
terhadap kaum wanita. Di situlah kelemahan Sang Arjuna, maka tak sedikit
wanita yang sangat merindukannya, walau mereka telah bersuami.
3. Kresna (Politikus)
Ketika muda, Kresna bernama Narayana. Ia kemudian menjadi raja di
Dwarawati. Meskipun secara fisik pria ini berkulit hitam, berdarah hitam
dan berdaging hitam, tetapi Kresna tidak ‘hitam’ ulahnya. Kresna adalah
lambang pria yang ramah, mudah bergaul, supel, banyak kawan, dan suka
bercanda (humor). Ketika memberi fatwa, ia menggunakan berbagai sindiran
yang begitu lembut, sehingga yang dinasihati tidak merasa sakit hati.
Kresna banyak didatangi sahabat tua-muda dan pria-wanita, untuk sharing
atau konsultasi. Umumnya, sepulang dari konsultasi dari Dwarawati, para
‘relasi’ Kresna pulang dengan menggenggam semangat. Kresna memang
terkenal sangat strategis dalam menghadapi keluhan para ‘klien’-nya.
Kresna memiliki karier yang sulit ditandingi, terlebih di bidang
politik. Di mata sesamanya, Kresna memiliki wibawa yang sangat tinggi
dan pengaruh yang luar biasa. Dedikasi dan loyalitasnya sangat oke,
karena itulah semua anak buah Kresna patuh kepadanya. Dalam rumah
tangga, Kresna tidak mengecewakan. Walaupun beristeri tiga orang, Kresna
sangat adil. Nasihat yang terkenal dari Kresna kepada para isterinya
ialah, agar mereka mengedepankan rasa kemanusiaan dan mengesampingkan
busana glamour.
4. Drestharastra (Gagal Membina Isteri)
Drestharastra adalah saudara tua dari keluarga Pandawa, bibit darah
Pandawa. Ketika Pandhu mangkat, singgasana kerajaan diambil alih oleh
Drestharastra, sehingga Pandawa Lima tersingkir. Sebenarnya,
Drestharastra memiliki watak agung budi, sabar dan suka mengalah. Tetapi
karena terbawa oleh watak isteri tercintanya yang bengis dan ambisius,
yang bernama Gandari, maka watak yang sabar, dan suka mengalah tersebut
justru dimanfaatkan oleh Sang Gandari, untuk menyetir sang suami, agar
sang suami mengikuti seluruh kehendaknya. Drestharastra bisa digambarkan
sebagai lambang suami yang terkalahkan dan disetir sang isteri. Maka
tidak mustahil jika watak Drestharastra, belakangan berubah. Tak
mustahil pula kalau orang-orang yang bekerja pada Drestharastra, jarang
yang betah lama, karena Gandari menganggap hina setiap orang yang
menghamba kepada Drestharastra. Demikian juga kepada keluarga sang
suami. Drestharastra sendiri tak bisa berbuat apa-apa. Gandari memang
cantik, tetapi ia berwatak iri, dengki, semena-mena, dan mudah terhasut.
Semua perwatakan itu sangat mempengaruhi watak Drestharastra. Bahkan
anak-anak Drestharastra yang berjumlah 100 orang, tak ada satupun yang
bisa dijadikan teladan.
5. Bima (Si Mahal Cinta)
Keperkasaan pria bernama Bima tentu sudah tidak diragukan lagi. Watak
Bima memang sangat jauh dari watak angkuh dan sombong, walau dikaruniai
kekuatan yang luar biasa. Bima sangat tinggi rasa sayangnya terhadap
orang tua dan saudara. Bima juga terkenal jujur kalau berbicara, bahkan
tidak pernah berbohong. Namun Bima kurang suka sesuatu yang bersifat
formal. Sang Bima selalu bersikap teguh memegang prisip, tidak gampang
terhasut atau dipengaruhi dengan apapun, walau si penghasut
mempergunakan berbagai jurus dan cara. Bima juga memiliki tenggang rasa
yang sangat dalam terhadap siapapun, sehingga ia akan serta-merta
memberi pertolongan kepada siapapun yang sedang dilanda musibah dan
kesusahan. Ia juga sangat kuat berpegang pada sariat agama dan paugeran
kenegaraan. Bima adalah sosok patriotis yang selalu setia kepada
lingkungannya dan negerinya sendiri. Dalam komunikasi sosial, Bima
dikenal sangat menghormati kaum wanita. Bima juga bukan tipe pria ‘mata
keranjang’. Ketika dia tertarik dan memperisteri Dewi Arimbi,
semata-mata ia tertarik pada keluhuran budi dan keagungan sang Dyah Ayu.
6. Durna (Paranormal Pengeruk Keuntungan)
Ketika mudanya, Durna bernama Bambang Kumbayana. Waktu itu Resi Durna
begitu tampan dan ganteng. Bambang Kumbayana selalu berbusana mewah,
sehingga penampilannya sangat meyakinkan. Tetapi karena wataknya yang
hadigang-hadigung, maka wajahnya berubah menjadi tidak karuwan setelah
dihajar habis-habisan oleh musuhnya. Resi Durna memang selalu berkostum
jubah paranormal (Jw: Pandhita), tetapi perilakunya sangat nista dan
hina. Durna dikenal dengan watak ‘bermuka dua’. Pria yang tidak
berpendirian kuat dan penuh prasangka buruk, walau ia mengklaim dirinya
sebagai ‘paranormal’. Durna juga dikenal sangat suka mendatangi para
muridnya, karena di sana akan dihormati oleh murid-murid dan
keluarganya. Semua kebutuhannya disediakan, bahkan kadang ia minta
dijemput oleh para Korawa. Di balik jubahnya itu, Durna justru tega
memanfaatkan setiap orang yang minta pertolongan, untuk kepentingan
Durna sendiri. Bahkan ia tega memanfaatkan kesusahan ‘klien’-nya untuk
kesenangan pribadi Durna sendiri. Meskipun demikian Durna sering
bercerita tentang keberhasilannya dalam menolong sesama, sehingga para
tamunya terbius oleh bujukannya. Ia madeg sebagai paranormal, memang
hanya untuk mengeruk keuntungan. Namun resminya, Durna adalah penasihat
spiritual Astina dan Pandawa.
7. Semar (Pembantu Bijaksana)
Jika pembaca adalah wanita, dan bersuamikan seorang pria yang sangat
pandai mengasuh dan amat bijaksana, itu berarti tak jauh berbeda dengan
karakteristik Sang Semar. Walau hanya seorang punakawan, sebenarnya
Semar adalah turunan dari bangsawan, bahkan saudara Sang Hyang Guru Nata
(dewa dari seluruh dewa) di Kahyangan. Walaupun Semar dikenal sebagai
orang papa, ia memiliki insting yang sangat tajam, intuitif, dan
memiliki watak kedewaan. Semar senantiasa adil dan bijak dalam
memutuskan setiap masalah atau perkara. Bila diperintah menumpas
keangkaramurkaan, Semar akan memperlihatkan kesejatian dirinya. Akan
tetapi dalam keseharian, Semar selalu berpenampilan sebagai sosok titah
sawantah belaka. Isteri Semar adalah Dewi Kanistri, yang selalu
ditinggal pergi karena panggilan tugas mulia sang suami dalam menghamba
kepada pemimpin dan bangsanya. Kehidupan keluarga Semar lebih
mengedepankan lakutama daripada gemerlap duniawi.
8. Baladewa (Mudah Marah, Mudah Memaafkan)
Waktu mudanya, Baladewa bernama Raden Kakrasana, kakak Prabu Kresna.
Baladewa berkulit putih kemerahan seperti turis (bule). Ia adalah
lambang pria yang suka bersemedi, suka pati raga dan tirakat. Ia lebih
banyak berkecimpung di dalam dunia ilmu ghaib. Waktu yang lain
dimanfaatkan untuk berkiprah di bidang olah kaprajan, juga menempa
strategi berperang. Baladewa memiliki watak sangat menyayangi
keluarganya, terlebih kepada saudara perempuannya, Dyah Ayu Sembadra.
Kemanapun pergi, Sembadra senantiasa dalam pengawalan Baladewa. Karakter
yang menonjol dari Baladewa adalah mudah marah tapi juga mudah memberi
maaf kembali. Hubungan kekeluargaan dengan Pandawa memang sedikit
renggang, karena Baladewa banyak bermukim di Astina. Tetapi Baladewa
juga serta-merta hijrah dari Astina, setelah mengetahui bahwa keluarga
Astina telah melenceng dari kesepakatan dan pesan para leluhur. Baladewa
bisa dilambangkan sebagai gambaran sosok pria yang setiap bertindak
selalu serampangan, tanpa dipikir panjang terlebih dahulu, akhirnya
justru malu sendiri setelah ketahuan kekeliruannya. Kelebihan lain dari
Baladewa adalah berani mengakui secara jantan atas kekeliruan dan
kekhilafannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar